Jakarta – Saham emiten bank kakap menguat pada lanjutan sesi I, Selasa (4/6/2024), melanjutkan kenaikan pada Senin (3/6) setelah beberapa hari cenderung volatil bahkan merana di tengah aksi jual investor asing akhir-akhir ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.43 WIB, saham bank BUMN PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) memimpin kenaikan, yakni sebesar 2,46 persen. Dengan ini, saham BMRI sudah menguat 4 hari beruntun.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga menguat sebesar 2,16 persen. Asing masih mencatatkan jual bersih (net sell) Rp1,13 triliun atas saham BBCA dalam sepekan terakhir.
Saham bank pelat merah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) juga terapresiasi 0,43 persen. Dalam sepekan, asing melakukan net sell Rp265,61 miliar.
Tidak ketinggalan, saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) tumbuh 0,22 persen ke Rp4.540 per saham, melanjutkan kenaikan pada kemarin. Saham BBRI mencoba memutus pelemahan yang sudah terjadi 5 hari beruntun selama pekan lalu.
Dalam sepekan, asing mencatatkan jual bersih (net sell) atas saham BBRI Rp2,26 triliun di pasar reguler, sedangkan dalam sebulan mencapai Rp8,08 triliun.
Secara teknikal, dalam chart harian, saham BBRI berusaha mendekati level resistance level Rp4.580 dan Rp4.625 yang merupakan garis moving average (MA) 20, sebelum menguji level psikologis 5.000.
Merespons harga saham-saham perbankan Indonesia yang kembali rebound, Chief Investment Officer HSBC Global Private Banking and Wealth for Southeast Asia and India, James Cheo menjelaskan jika kondisi itu tak bisa dilepaskan dari kebijakan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed).
Menurutnya, kebijakan The Fed untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi, memberi keuntungan bagi pasar saham Indonesia melalui penguatan nilai tukar US dolar. Sementara itu, secara domestik, tingkat konsumsi yang sangat kuat, khususnya pada kelas menengah memberikan keuntungan tersendiri bagi lembaga perbankan yang salah satu layanannya adalah penyaluran kredit.
“Pada semester kedua tahun ini, kita seharusnya melihat lebih banyak investasi di Indonesia, khususnya dari investasi asing (foreign direct investment/FDI) ketika mereka (investor asing) melihat lebih banyak kejelasan. Kinerja kredit juga berlanjut sangat kuat, apalagi ketika beberapa kebijakan terkait investasi seperti stimulus dan lainnya semakin jelas,” jelasnya.
“Saya masih optimis dengan (saham perbankan) Indonesia, meskipun dalam jangka pendek sekitar 6 bulan ke depan, mungkin ada rintangan yang setidaknya menyebabkan harga saham bergerak sideways karena faktor-faktor eksternal,” sambungnya.
Sebagai informasi, saham perbankan raksasa mulai bangkit sejak perdagangan Jumat pekan lalu dan turut menahan koreksi IHSG sehingga ditutup terkoreksi kurang dari 1%.
Saham perbankan kembali bangkit setelah beberapa hari merana, di mana salah satu penyebabnya yakni investor asing yang melepas saham perbankan raksasa.
Di lain sisi, saham perbankan yang dinilai sudah murah dan sudah masuk fase jenuh penjualan (oversold) membuat investor cenderung kembali membeli (buyback) saham perbankan raksasa dan menyebabkan saham perbankan raksasa kembali bangkit.
Para pelaku pasar juga mencermati sikap bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) yang memang berpotensi untuk tetap menaikan suku bunga dalam waktu yang lama, sehingga saham perbankan cenderung diuntungkan oleh hal ini.
Penulis: Steven Widjaja