
Jakarta – Permata Bank melalui Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) RI pada tahun 2025 berada di kisaran 4,5% sampai 5,0%, dengan titik tengah di kisaran 4,78%.
Proyeksi pertumbuhan itu turun dari realisasi pertumbuhan PDB tahun 2024 yang sebesar 5,03%, dan proyeksi tersebut lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 5,11%.
“Ketidakpastian perang dagang yang meningkat telah mendorong perusahaan untuk menunda investasi dan rencana ekspansi,“ ujar Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede saat konferensi pers di Jakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
Pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal pertama 2025 tercatat sebesar 4,87% year-on-year (YoY), lebih rendah dibandingkan 5,02% pada kuartal sebelumnya dan menjadi laju paling lambat sejak kuartal ketiga 2021.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang biasanya menjadi motor utama ekonomi melambat tipis menjadi 4,89% YoY. Hal ini didorong oleh melemahnya daya belanja pada sub-komponen makanan dan minuman, serta transportasi dan komunikasi.
Pertumbuhan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga menurun menjadi 2,12% YoY, terutama karena melemahnya investasi pada bangunan dan struktur, serta mesin dan peralatan.
Di sisi lain, belanja pemerintah mengalami kontraksi 1,38% YoY setelah pada tahun sebelumnya terdongkrak oleh aktivitas Pemilu, sementara ekspor barang dan jasa meningkat dengan didukung oleh kinerja ekspor nonmigas yang lebih kuat.
„Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat merespons dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus tepat sasaran, agar konsumsi dan investasi domestik kembali bergerak,” ucap Josua.
Dari sisi sektoral, sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 10,52% YoY, karena lonjakan produksi tanaman pangan seperti padi dan jagung. Sektor manufaktur, yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional, tumbuh stabil sebesar 4,55%, didukung oleh kuatnya permintaan ekspor di industri logam dasar.
Sementara itu, sektor perdagangan ritel mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,03% berkat momentum musiman Ramadan, serta sektor jasa juga tetap solid didukung aktivitas pariwisata berkelanjutan.
Namun, sektor pertambangan mengalami kontraksi akibat aktivitas pemeliharaan di tambang emas dan tembaga, sementara sektor konstruksi melambat signifikan karena adanya realokasi anggaran pemerintah.
„Sektor dengan orientasi ekspor dan memiliki ketergantungan terhadap pasar AS yang relatif tinggi, seperti tekstil dan garmen, kulit dan alas kaki, elektronik, furniture, dan produk karet, akan terkena dampak yang cukup signifikan di 2025,“ jelas Josua.
Namun demikian, sektor-sektor yang berorientasi pada pasar domestik, seperti jasa dan perdagangan diyakini masih akan menjadi motor utama pertumbuhan tahun ini.
Meningkatnya kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan dapat membuka ruang bagi pelonggaran moneter. Jika ketidakpastian global mereda dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menguat, maka Josua dan timnya memprediksi bahwa Bank Indonesia dapat memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) hingga 50 basis poin sepanjang sisa tahun ini.
Penulis: Steven Widjaja