Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan, di tengah pandemi COVID-19 dan masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), perbankan harus mengutamakan likuiditas ketimbang profitabilitas untuk dapat survive.
“Sebagai perbankan, kita harus siap juga terhadap likuiditas. Lupakan profitabilitas, karena profitibilitas seluruh perbankan itu pasti akan turun di masa pandemi ini,” ujarnya pada webinar di Jakarta, Kamis, 18 Juni 2020.
Pandemi COVID-19 sendiri memang memberikan dampak terhadap seluruh sektor ekonomi di Indonesia, bahkan juga di seluruh dunia. Dampaknya bagi sektor perbankan sendiri bakal memicu terjadinya peningkatan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL).
Di saat yang bersamaan, angka penyaluran kredit perbankan juga diprediksi akan mengalami perlambatan, lantaran rasio kecukupan modal dari perbankan menjadi sangat terbatas akibat adanya kebijakan restrukturisasi kredit dari pemerintah.
Namun, menurut Jahja, kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan pemerintah merupakan langkah yang tepat. Dengan kebijakan ini juga dapat dilihat keseriusan dari pemerintah yang telah terkoordinasi dalam upaya menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
“Saya pikir dalam kondisi seperti ini (pandemi), apa yang sudah dilakukan regulator untuk meringankan dunia usaha ini telah dipersiapkan dengan baik. Tapi kita harus akui, pandemi yang kita hadapi ini tidak ada yang tahu kapan akan berakhir. Tidak ada yang bisa meramalkan, karena COVID-19 ini telah merebak kemana-mana,” ucapnya.
Jahja meyakini, bahwa secara cepat atau lambat perekonomian Indonesia akan mampu untuk recovery dan berjalan ke arah positif. Hal ini dapat terwujud karena tingkat konsumsi Indonesia terbilang tinggi.
“Tapu kita yakin dan percaya, Indonesia punya kemampuan konsumsi yang tinggi sekali. Di mana, nanti jika semua sudah normal, semuanya akan kembali ke arah normal, walau tidak akan benar-benar seperti normal. Tapi setidaknya bisa recovery,” tutup Jahja. (*) Bagus Kasanjanu