Jakarta – Perbankan masih menghadapi tantangan kompleksitas, operasional yang terpisah-pisah (silo), dan biaya pengelolaan private dan public cloud. Maka dari itu dibutuhkan solusi agar tantangan tersebut bisa diatasi, sehingga teknologi komputasi awan (cloud) dapat berjalan semestinya di dalam sistem perbankan.
Pgs Executive Vice President IT Strategy and Goverance Division Bank BRI, Hermanudin mengungkapkan, tantangan dan kendala awal yang dialami pelaku perbankan dalam penerapan teknologi cloud yakni masih adanya perbedaan versi dan jenis pada aplikasi mobile banking yang dimiliki perbankan dengan cloud yang akan diadopsi.
“Tantangan tersendiri di bank-bank ini aplikasi-aplikasinya masih menggunakan sistem monolitik. Challenge-nya bagaimana kita masuk mengubah aplikasi ini menuju aplikasi cloud ready,” kata Hermanudin dalam webinar yang digelar Infobank dan Nutanix bertema ‘The Importance of Hybrid Cloud Enhancing Banking Services in The New Normal and Digital Era’, Kamis, 18 Februari 2021.
Menurutnya, beberapa infrastruktur tambahan juga harus dilengkapi perbankan dalam penerapan cloud pada sistem IT-nya. Dengan begitu, pada kemudian hari perbankan bisa menikmati layanan penyimpanan data yang aman dan nyaman dalam menggunakan sistem IT. Pemanfaatan cloud pada digitalisasi perbankan tak hanya memudahkan nasabah dalam bertransaksi digital, namun juga dapat meningkatkan angka inklusi keuangan nasional.
Penerapan sistem komputasi awan atau cloud system dalam layanan perbankan memang tidak mudah. Arief Pribadi, Technical Director Nutanix Indonesia menyebut ada 3 langkah yang perlu dilalui oleh setiap pelaku industri jasa keuangan untuk mulai menerapkan teknologi cloud dalam layanannya. Langkah pertama adalah mengganti infrastruktur yang lebih digital dan cloud ready terlebih dahulu. “Kenapa penting? Karena infrastruktur yang lebih mumpuni dibutuhkan untuk penerapan cloud system,” jelas Arief.
Kemudian, langkah kedua adalah mempersiapkan aplikasi yang mampu mengaplikasikan cloud system. Penerapan sistem cloud akan lebih mudah dengan aplikasi perbankan dan finansial yang berbasis teknologi cloud. Ketika aplikasi sudah siap, mulailah masuk ke tahap ketiga, yaitu penerapan multi-cloud.
Pelaku industri keuangan bisa mulai memilih vendor-vendor penyedia layanan public cloud yang paling sesuai dengan kebutuhan aplikasi dan kebutuhan bisnisnya. Sehingga, terjadi efisiensi bisnis dan peningkatan layanan digital pada aplikasi. Dengan menerapkan ketiga langkah ini, setiap pelaku industri perbankan dan finansial dapat mulai menerapkan cloud system dalam layanannya.
Arief mengungkapkan, pihaknya terus mendukung transformasi digital yang bergerak semakin cepat di tengah pandemi. “Kita terus mendukung transformasi digital terutama di industri finansial. Pada prinsipnya, bagi kami teknologi yang baik bukanlah teknologi yang canggih, melainkan teknologi yang dimanfaatkan oleh penggunanya,” ujar Arief.
Sementara itu, Senior Executive Analyst Digitalisasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Roberto Akyuwen menilai, dengan digitalisasi tersebut perbankan bisa dengan mudah menjangkau nasabah di daerah dan menyimpan data dengan maksimal.
“Mereka bekerja mayoritas kecil dan pinggiran kota dan pedesaan sehingga niat kita bisa melakukan perbaikan inklusi keuangan, inilah objek penting digitalisasi,” tukas Roberto.
Sebagai informasi saja, OJK mencatat hingga tahun 2020 kemarin, terdapat 29 bank umum yang telah memanfaatkan layanan cloud dalam menjalankan bisnisnya. Sebagaimana diketahui, layanan cloud sangat beragam, tidak hanya terbatas pada layanan penyimpanan data (storage). (*)