Ia punya pengalaman dalam hal merger, dari lahirnya Bank Mandiri yang kemudian menerima peleburan empat bank legacy 22 tahun silam. Pengalaman itu menjadi bekal baginya untuk memimpin merger tiga bank syariah BUMN dan melahirkan Bank Syariah Indonesia.
Oleh Ari Nugroho
BANK Syariah Indonesia, yang merupakan bank baru hasil merger antara Bank Syariah Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah, dan Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah, resmi beroperasi 1 Februari ini. Kehadirannya diharapkan dapat membangkitkan industri syariah nasional yang selama ini dianggap sebagai raksasa tidur. Dengan nilai aset sekitar Rp240 triliun dan melayani lebih dari 14,9 juta nasabah, Bank Syariah Indonesia berikhtiar menjawab berbagai tantangan pengembangan ekonomi dan industri keuangan syariah.
Kepada Infobank, Hery Gunardi, Direktur Utama Bank Syariah Indonesia, mengungkapkan, integrasi tiga bank syariah BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia adalah salah satu bentuk inisiatif pemerintah untuk mengembangkan industri syariah di Tanah Air. “Pemerintah visinya ingin bank ini masuk jajaran 10 besar bank syariah di dunia dihitung dari market capitalization dalam lima tahun ke depan. Harapannya juga, kalau Indonesia punya bank syariah yang besar, masuk dalam 10 besar di dunia, itu juga bisa merefleksi satu hari nanti Indonesia bisa menjadi pusat ekonomi keuangan syariah dunia,” katanya, minggu ketiga Januari lalu.
Lalu, apa yang akan dilakukan Bank Syariah Indonesia untuk merealisasikan visi itu, terutama di tahun-tahun pertama ini? Dan, bagaimana Bank Syariah Indonesia menjawab tantangan bahwa perbankan syariah adalah untuk semua golongan? Berikut penjelasan Hery Gunardi. Petikannya:
Merger bank syariah ini merupakan corporate action yang besar dalam sejarah perbankan syariah Indonesia, yang berpeluang menciptakan dorongan untuk menjadikan market share perbankan syariah lebih besar. Apa peluang dan tantangan dari merger ini?
Tentunya segala sesuatu yang mau kita jalankan, kita harus make sure harus berhasil. Indonesia ini negara besar dengan komposisi penduduk muslim yang besar. Tapi, penetrasi dari sisi perbankan syariah ini masih tergolong rendah, di bawah 8%. Padahal, potensi ekonomi syariah Indonesia sangat besar. Dengan hadirnya Bank Syariah Indonesia, gabungan dari tiga bank syariah milik BUMN, harapannya bisa menjadi bank yang menjadi champion, yang bisa meraih potensi pasar yang besar itu.
Belajar dari pengalaman, kebetulan saya punya kesempatan untuk ikut di core team merger Bank Mandiri. Jadi, pengalaman itu, menurut saya, guru yang paling baik dan bermanfaat bagi saya dalam menjadi ketua tim merger bank syariah sekarang ini.
Kalau dilihat dari size sekarang ini mirip-mirip. Bank syariah yang tiga ini jumlah cabang 1.200, aset sekitar Rp240 triliun, kemudian karyawan sekitar 20.000. Modal sekitar Rp20,4 triliun. Kalau dari infrastruktur mirip-mirip. Cuma challenge berbeda dari dulu. Environment-nya tidak sama dengan sekarang. Merger pada saat dulu itu kondisi krisis keuangan, sekarang ini krisis movement orang. Kita tidak bisa ketemu semua dikerjakan virtual. Ini yang menurut saya tantangan yang luar biasa besar.
Kemudian, dari pengalaman masa lalu, lesson learn yang kami ambil itu ada perbedaan yang menarik. Pada saat merger Bank Mandiri, legal merger-nya terjadi dulu baru project management-nya jalan belakangan. Kalau ini dibalik, proses tim mergernya jalan dulu baru legal merger belakangan. Artinya kita sudah membuat antisipasi yang seoptimal mungkin, membuat blueprint dari awal, termasuk di dalamnya bagaimana blueprint cabang, teknologi, operation, human capital, kemudian termasuk culture, dan juga business process yang kita siapkan di awal. Jadi, kami bersyukur, kami diberikan kesempatan mempersiapkan segala sesuatunya di depan, setelah legal merger, kita tinggal implementasi.
Memang masih banyak PR sebetulnya karena merger itu ada dua step. Step satu adalah legal merger, step dua operational merger. Operational merger itu di sini secara operasional akan jadi satu. Cabang itu ada 1.200. Akan dilakukan role out. Termasuk juga core banking akan di-role out. Yang bisa menjadi satu akan kita jadikan satu, tapi yang belum bisa kita terus berproses dengan pola role out tadi. Dengan demikian, harapannya di Oktober 2021 semua proses role out itu selesai dan secara formal, proses merger Bank Syariah Indonesia sudah selesai, legal merger dan operational merger.
Kemudian, bagaimana kita internalisasi budaya. Budaya yang sama, budaya Bank Syariah Indonesia. Bukan budaya BSM, BNI Syariah, atau BRI Syariah. Kita akan mengembangkan budaya baru, budaya Bank Syariah Indonesia.
Bagaimana dengan integrasi people, adakah pengurangan karyawan?
Jadi, sebenarnya begini, ada dua hal yang kita perhatikan. Pertama, ada jabatan yang memang jabatan lama. Artinya itu dibawa. Tapi, juga banyak jabatan yang baru, misalnya chief economist, investor relation, beberapa transaction banking yang sifatnya wholesale untuk nasabah global juga belum ada.
Kita agak beda sama Bank Mandiri dulu. Kalau Bank mandiri ‘kan ada pengurangan karyawan. Sekarang ini dari pemegang saham diminta untuk tidak mengurangi karyawan. Tapi, tetap dibuka ruang kalau memang ada karyawan yang ingin mengambil paket, jika tidak ingin bergabung dengan bank yang baru. Tapi, penggabungan ini membawa kebaikan, kemaslahatan. Harapannya bank baru ini lebih baik daripada bank yang tiga dulu. Karena, memang harapannya begitu, dengan masuk ke rumah yang lebih besar, lebih indah, memberikan peluang kepada teman-teman dari tiga bank ini untuk lebih berkembang.
Visinya tentu menjadi salah satu player tidak hanya di lokal. Kita juga ingin jadi pemain global. Pada 2025 nanti kapitalisasi pasarnya itu bisa menjadi bank dalam top ten yang sejajar dengan banyak bank syariah global. Di Indonesia kami ingin sebagai bank aset terbesar kelima.
Dalam bayangan kami, Bank Syariah Indonesia akan menjadi big ten bank di Indonesia. Langkah apa yang akan dilakukan untuk menjadi BUKU 4?
Desember kemarin modal kami sudah mencapai Rp20,4 triliun, jadi kurang sekitar Rp9,6 triliun. Harapannya tentunya tambahan modal datang dari return earning. Jadi, laba yang ditahan di 2020 dan 2021. Harapannya dari pemegang saham nanti diberikan kesempatan untuk return earning-nya bisa untuk menambah laba dan yang fundamental itu adalah rights issue.
BRIS ini blessing juga. BRIS ini perusahaan terbuka. Tapi, sahamnya sangat kecil, di market hanya 4% kurang lebih. Pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN mengharapkan lebih besar (saham yang dimiliki publik) agar likuiditas dan kapitalisasi pasarnya juga ikut naik. Nanti dari situ harapannya akan ada tambahan cash juga untuk bank ini. Memang target kita di journey-nya itu kuartal pertama 2022 modalnya bisa sampai ke Rp30 triliun (BUKU 4).
Bank Syariah Indonesia ini nantinya akan seperti apa?
Saya mulai dulu dari sisi visi. Visinya tentu menjadi salah satu player tidak hanya di lokal. Kita juga ingin jadi pemain global. Pada 2025 nanti kapitalisasi pasarnya itu bisa menjadi bank dalam top ten yang sejajar dengan banyak bank syariah global. Di Indonesia kami ingin sebagai bank aset terbesar kelima.
Kemudian, kami ingin bank ini menjadi bank yang tidak eksklusif. Tapi, bank yang inklusif. Dari sisi branding-nya itu lebih universal, bisa memikat semua kalangan untuk berbank dengan Bank Syariah Indonesia. Kami ingin, customer memilih kami bukan karena kepercayaan (agama), melainkan karena layanan bagus, produk bagus, dan tetap berpegangan pada sharia compliance. Itu yang ingin kita lakukan. Bank ini milik semua, bukan milik seseorang atau satu kelompok.
Dan, mimpi satu lagi, someday kalau ada negara lain mau membentuk bank syariah itu akan belajar dari bank ini. Jadi, benchmarking-nya ke Indonesia.
* Baca laporan lengkapnya di Majalah Infobank No.514, edisi Februari 2021. Pembelian majalah: Sirkulasi Infobank 0852-8802-0094 // versi digital, klik: infobankstore.com