Bank Rakyat Indonesia (BRI) telah menyiapkan belanja modal IT di kisaran Rp3,7 triliun pada 2020. Namun, karena saat ini terjadi badai pandemi Covid-19, rencana belanja itu pun menjadi terhambat. Hambatan yang paling terasa adalah dari sisi supply chain. Padahal, rencana belanja ini harus segera terealisasi untuk menjadikan BRI semakin digital. Lalu, bagaimana BRI mengatasinya? Indra Utoyo, Direktur Digital, IT & Operations BRI, memberikan jawabannya kepada Infobank, April lalu. Petikannya:
Apa saja kendala atau hambatan BRI dalam merealisasikan belanja IT di tengah pandemi COVID-19?
Kendala utama dalam merealisasikan belanja IT di tengah pandemi COVID-19 adalah terhambatnya supply-chain di seluruh dunia karena pembatasan aktivitas, karena social distancing. Bahkan, beberapa negara besar harus melakukan lockdown sehingga transportasi antar negara menjadi terbatas. Ini akan mengakibatkan terkendalanya supply-chain, terutama terkait dengan perangkat IT yang banyak tergantung dengan produk impor. Kendala ini berlaku untuk perangkat keras maupun lunak, walaupun perangkat lunak bisa di atasi secara elektronik.
Langkah apa yang ditempuh untuk mengatasinya?
BRI tetap aktif melakukan aktivitas IT dengan menentukan dedikated project manager untuk memastikan keberlangsungan proyek. Di samping itu, BRI juga memanfaatkan teknologi kolaborasi online dan WFH agar tetap dapat menjaga kelangsungan bisnis, kelangsungan proyek-proyek IT, mengevaluasi teknologi dan solusi dengan para mitra konsultan dan vendor penyedia teknologi di dalam dan di luar negeri. Jika vendor mempunyai representasi di Indonesia, BRI tetap dapat bisa melakukan proof of concept (PoC) dengan perangkat dari vendor lokal, dan vendor dapat membantu melakukan konfigurasi dan dukungan ke BRI melalui koneksi secure VPN secara remote, sehingga requirement physical distancing dapat tetap terpenuhi dan bisnis tetap berjalan. Sementara, untuk pengadaan dapat disesuaikan waktunya sehingga keadaan menjadi kondusif kembali, sesuai dengan jadwal dari divisi pengadaan barang dan jasa.
Jika tidak terjadi kendala atau hambatan, apa yang dilakukan BRI sehingga upgrade teknologi tetap dapat berjalan sebagaimana yang telah direncanakan?
Tentunya aktivitas tetap dilakukan seperti biasa, namun mengikuti protokol COVID-19 BRI dengan tetap memaksimalkan physical distancing, menggunakan teknokogi untuk berkoordinasi seperti menggunakan video conference dan remote secure VPN. Deployment dapat dilakukan dengan jadwal yang disesuaikan sedemikian sehingga tidak terjadi penumpukan pekerja ketika melakukan instalasi. Selain itu penggunaan pengaman alat pelindung diri (APD) seperti masker dan hand sanitizer serta protokol-protokol keselamatan lainnya harus dilakukan secara baik dan tertib sesuai dengan yang sudah ditetapkan oleh BRI.
Apakah BRI melakukan belanja IT hingga ke negara-negara Eropa? Jika ya, otomatis penjual teknologi IT yang berasal dari negara Eropa tersebut tidak bisa datang ke Indonesia. Padahal, upgrade IT harus tetap dilakukan untuk merespon transaksi elektronik yang meningkat. Terkait hal ini, apa yang dilakukan BRI?
BRI telah menggunakan tools unified communication and collaboration (UC&C) pada sekitar 6.000 perangkat IT BRI, sehingga keperluan koordinasi dan kolaborasi dapat cukup teratasi, bahkan dirasakan adanya peningkatan efisiensi dan produktivitas yang signifikan. BRI melakukan penerapan skala prioritas dan fokus kepada solusi IT yang paling berdampak pada pelayanan. Untuk kolaborasi dengan mitra teknologi IT dapat dilakukan melalui aplikasi video conference tersebut. Bahkan vendor tetap dapat melakukan demo perangkat secara online sehingga tidak perlu datang ke Indonesia. Tentunya vendor yang mempunyai representasi di Indonesia memiliki keuntungan jarak dan akan diprioritaskan, sehingga impact terhadap jadwal implementasi tidak bergeser dari target. AUS (Majalah Infobank No. 506, edisi Juni 2020)