Jakarta – Sebagai salah satu rangkaian dari pra-acara the 19th Economix, International Dialogue tahun ini mengangkat judul “A Rising Promise: Social Protection in Southeast Asia” pada hari Sabtu, 6 November 2021 yang
diselenggarakan melalui platform telekonferensi Zoom serta disiarkan secara
langsung di Youtube Economix FEB UI.
Pemilihan tema dilatarbelakangi oleh kesadaran Economix FEB UI bahwa
masalah kemiskinan masih menjadi permasalahan signifikan pada setiap aspek
kehidupan bagi masyarakat yang kurang mampu, termasuk di bagian Asia Tenggara.
Dalam upaya mengurangi tingkat kemiskinan, perlindungan sosial yang dimiliki oleh setiap negara memegang peranan paling penting dalam memastikan masyarakat yang kurang mampu dilindungi karena perlindungan ini merupakan bentuk upaya dalam mencegah, mengelola, dan mengatasi situasi yang berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat yang kurang mampu.
Tema ini menggambarkan evolusi perlindungan sosial di keadaan pandemi
COVID-19 ini, khususnya di bagian bantuan sosial dan asuransi sosial, serta berbagai upaya dan tantangan yang terjadi dalam mengaplikasikannya ke masyarakat.
Untuk mendiskusikan hal tersebut, Economix FEB UI mengundang tiga pembicara dalam sesi panel, yaitu Dr. Sudarno Sumarto, S.E, M.A, Ph.D (Pendiri SMERU Institute), Denni Puspa Purbasari, Ph.D (Direktur Eksekutif
Project Management Office Kartu Program Pra-Kerja), dan Dr. Leong Choon Heng
(Direktur Pendidikan dan Program Kemajuan Sosial di Jeffrey Cheah Institute di
Asia Tenggara), yang dipimpin oleh seorang moderator, yaitu I Gede Sthitaprajna
Virananda (Asisten Staf Khusus II/Kepala Ekonom Kementerian Badan Usaha
Milik Negara Republik Indonesia). Pada bagian awal dan akhir webinar pun dimulai dengan pemaparan sambutan pembukaan / opening remarks speech oleh Prof. Mari Elka Pangestu, M.Ec., Ph.D dan sambutan penutupan / closing remarks speech oleh Choi Shing Kwok, B.A, MPA yang keduanya dalam bentuk pre-recorded video.
Prof. Mari memulai pembicaraannya dengan memberikan pengakuan akan pentingnya perlindungan sosial dan bentuk-bentuk pengamannya bagi warga Asia Tenggara di tengah pandemi COVID-19 ini. Namun,
karena sifat dari pandemi ini tidak dapat diprediksi, terjadinya gelombang baru pandemi secara terus menerus pun membuat
perlindungan sosial semakin penting, khususnya dalam mencegah peningkatan kemiskinan.
Dalam menyikapi dan mencegah kemiskinan, beliau menyatakan bahwa ketimpangan merupakan salah satu fenomena yang tidak bisa dihiraukan, apalagi diremehkan. Tanpa pertumbuhan yang inklusif, sebanyak 4.6 juta akan merasa tidak aman secara ekonomi. Di sisi lain, Prof. Mari juga menekankan banyak pelajaran yang dapat dipetik dari langkah-langkah perlindungan sosial sebelum pandemi COVID-19 serta hal-hal yang harus diambil untuk memastikan bahwa sistem perlindungan sosial bisa menjadi lebih gesit dan adaptif, termasuk kebutuhan untuk melindungi sektor informal, dan memberdayakan 40% terbawah dari populasi.
Dr. Sudarno menjadi pembicara pertama dalam webinar ini. Beliau memulai pembicaraan yang dimoderasi dengan memberikan beberapa informasi latar belakang tentang perlindungan sosial di Asia Tenggara, termasuk berbagai tingkat cakupan, relevansi perlindungan sosial, dan dampak dari meningkatnya kemiskinan.
Beliau memberikan contoh komprehensif dengan memaparkan praktik perlindungan sosial di beberapa negara, baik itu negara berkembang maupun maju. Dalam proses presentasinya, beliau juga memberikan materi mengenai tantangan kebijakan di negara berkembang, seperti menggunakan contoh kebijakan perlindungan sosial di Indonesia (PKH dan Reformasi Bantuan Pangan Indonesia), serta mencantumkan bukti global tentang transfer tunai.
Pembicara kedua adalah Ibu Denni. Beliau memperkenalkan program Kartu Prakerja dan kualitas program serba digital ini yang membuat program ini menjadi lebih revolusioner dibandingkan skema perlindungan sosial yang sudah ada.
Ibu Denni memaparkan bagan komprehensif yang menunjukkan perjalanan pengguna program Kartu Prakerja dari awal hingga akhir serta diagram yang menggambarkan kolaborasi program tersebut dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti platform pekerjaan, marketplace, bank, dan 290 penyedia pelatihan. Beliau juga melanjutkan pembicaraannya dengan memberikan bukti keberhasilan dari program ini, seperti 91% penerima berhasil meningkatkan keterampilan mereka, 97% dari mereka sekarang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan mereka, dan 28% dari peserta sekarang sudah memiliki pekerjaan atau memiliki bisnis. Di akhir pemaparan materi, Ibu Denni menyatakan bahwa beliau berharap program Kartu Prakerja ini dapat menjadi inspirasi dan sumber ide bagi upaya perlindungan sosial di negara-negara lain, khususnya di Asia Tenggara.
Dr. Leong menjadi pembicara ketiga dalam webinar ini. Beliau memulai pembicaraannya dengan membingkai bagaimana perlindungan sosial, kebijakan dan program jaringan pengamanan sosial perlu lebih inklusif secara sosial, dan juga menggarisbawahi bawa pemahaman mendalam tentang kebutuhan masyarakat yang kekurangan, merupakan hal yang sangat penting dalam merancang program perlindungan sosial yang menarik di tengah sumber daya sosial yang terbatas.
Dalam pemaparan materinya, beliau menguraikan contoh-contoh pengaturan yang bermasalah, contohnya kasus terkait studi UNICEF Malaysia menunjukkan lebih dari 1 dari 10 anak, makan kurang dari 3
kali sehari. Menurut beliau, pemahaman tentang konsumsi makanan adalah kunci untuk merancang suatu program perlindungan sosial, serta memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan data juga berguna, sehingga program dapat dirancang lebih tepat lagi. Beliau juga menekankan bahwa program inklusif sosial perlu dijiwai dengan pemahaman apa yang dibutuh di lapangan. Dr. Leong pun juga memberi kesimpulan, yaitu untuk meningkatkan kolaborasi antar organisasi, sumber daya perusahaan pemerintah sebaiknya bertindak melalui sektor sosial dalam pengentasan kemiskinan dan mengurangi kesengsaraan.
Sebagai sambutan penutupan, Bapak Choi menyatakan penguatan sistem perlindungan sosial adalah isu kebijakan yang sangat penting bagi Asia Tenggara dan juga seluruh dunia. Selama pandemi COVID-19, strategi dan kebijakan terkait perlindungan sosial sangat penting karena banyak orang yang terkena dampak kehilangan pendapatan dan mata pencaharian secara tiba-tiba. Oleh karena itu, beliau menyampaikan bahwa tidak ada satu ukuran yang ideal untuk semua kebijakan yang telah dibahas di webinar ini.
Menurut Bapak Choi, setiap negara perlu merancang program perlindungan sosial yang cermat dengan memiliki tujuan untuk
memaksimalkan hasil dari sumber daya yang terbatas, serta memastikan bahwa mayoritas orang yang membutuhkan dan rentang terbantu.