Perlunya Pengendalian Impor Untuk Tingkatkan Utilisasi Baja Nasional

(Foto: Net)

Jakarta – Sebagai mother of all industries, industri baja menjadi faktor esensial dalam perkembangan industri konstruksi dan manufaktur. Di Indonesia sendiri, industri baja turut memainkan peranan penting mengingat saat ini sedang dilakukan pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur secara masif.

Dalam mendukung masifnya pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur, ketahanan dan utilisasi baja nasional serta perlindungan konsumen terkait produk baja perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, tata kelola pengendalian impor baja menjadi salah satu instrumen penting dalam mewujudkan ketahanan dan kemandirian industri baja nasional.

“Kapasitas industri nasional sangat berlebih (excess capacity), namun utilitas produksi baja konstruksi dalam negeri menjadi tidak optimal disebabkan banyak penggunaan baja konstruksi impor, baik berupa bahan baku maupun produk jadi dengan harga lebih kompetitif karena praktik unfair trading/dumping yang dilakukan negara-negara exportir,” ucap Direktur Keberlanjutan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kimron Manik pada sebuah forum diskusi, dikutip Jumat, 9 Desember 2022.

Kimron paparkan, berdasarkan data Kementerian PUPR, kapasitas produksi baja tahun 2021 sebesar 20,97 juta ton dengan tingkat utilisasi kapasitas produksi rata-rata tahun 2021 sebesar 55,26% dan pasokan baja nasional tahun 2021 sebesar 11,59 juta ton. Sementara itu, konsumsi atau demand baja nasional sendiri mencapai 15,46 juta ton, dan 78% diantaranya untuk sektor konstruksi.

“Guna mendorong pengembangan industri hulu, intermediate dan hilir logam, serta memberikan perlindungan terhadap konsumen di dalam negeri, Kementerian Perindustrian telah menerapkan 29 SNI secara Wajib untuk produk Logam, dan 23 diantaranya adalah produk baja dengan rincian: 4 SNI baja batangan, 4 SNI baja lembaran, 5 SNI baja profil, 3 SNI baja pratekan, 2 SNI tali kawat baja, 2 SNI pipa dan penyambung pipa baja, serta 3 SNI tabung baja dan kompor LPG,” tambah Koordinator Subdit Industri Logam Besi Kementerian Perindustrian, Rizky Aditya.

Di lain sisi, anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, antara lain dukungan pasokan bahan baku baja impor yang tidak maksimal dengan 50% dari industri nasional masih dipenuhi produk luar negeri, industri hulu dalam negeri yang hanya fokus dalam mengimpor bahan baku saja, ditambah tingkat utilisasi bahan baku domestik yang rendah.

“Diketahui bahwa pada tahun 2021 impor mesin dan peralatan lainnya mencapai hampir US$ 26 miliar, terjadi peningkatan sebesar 40% dibandingkan tahun 2020. Oleh karenanya, diperlukan komitmen pemerintah untuk menegakkan standar yang tegas dan wajib, khususnya untuk SNI dan implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) guna mendorong penggunaan hasil produksi baja domestik yang belum maksimal hingga saat ini. Tidak kalah pentingnya juga, mendukung optimalisasi rencana Kementerian Perindustrian dalam mengimplementasikan roadmap induk pengembangan industri besi dan baja nasional tahun 2015-2035,” terang Herman.

 

Editor: Steven Widjaja

Recommended For You

About the Author: Ari Nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *