Turunkan Konsumsi MBDK 17,5%, CISDI dan Masyarakat Sipil Dorong Penerapan Cukai MBDK 20%

Momen penyerahan simbolik petisi yang berisi 13.000 tanda tangan dari masyarakat luas dan 21 organisasi masyarakat sipil terkait dukungan kepada pemberian cukai terhadap produk MBDK di Indonesia ke perwakilan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan RI, di Jakarta, Selasa, 29 November 2022. (Foto: Dok. CISDI)

Jakarta – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengadvokasikan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebesar 20% untuk menekan konsumsinya dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Usulan ini didukung lebih dari 13.000 penandatangan petisi dari masyarakat luas dan 21 organisasi masyarakat sipil. Hal ini disampaikan CISDI dalam peluncuran riset terbarunya “Elastisitas Harga Permintaan Minuman Berpemanis dalam Kemasan di Indonesia” di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta (29/11).

“Berdasarkan hasil studi elastisitas harga permintaan yang kami lakukan, kami mengestimasi penerapan cukai MBDK sebesar 20% akan menurunkan permintaan masyarakat rata-rata hingga 17,5%,” ujar Agus Widarjono selaku anggota tim peneliti dari CISDI, dikutip Rabu, 30 November 2022.

Riset elastisitas harga permintaan ini menyatakan rata-rata besaran nilai elastisitas produk MBDK yang diteliti adalah -1,09. Artinya, kenaikan rata-rata harga MBDK sebesar 1% akan diikuti penurunan permintaan produk MBDK rata-rata sebesar 1,09%.

“Kami juga merekomendasikan pengenaan cukai secara volumetric dan/atau berdasarkan kandungan gula karena berdasarkan penelitian ini, keduanya sama-sama efektif dalam mengurangi permintaan produk MBDK dan memaksimalkan pemasukan negara,” terang Agus.

Pembatasan MBDK, tambah Agus, harus menjadi perhatian pemerintah karena data menunjukkan bahwa konsumsinya telah meningkat hingga 15 kali lipat, dari sekitar 51 juta liter (1996) menjadi 780 juta liter (2014), jauh melebihi pertumbuhan jumlah populasi yang meningkat 0,3 kali lipat dari 200 juta ke 255 juta pada periode yang sama.

Menanggapi rekomendasi tarif cukai MBDK CISDI, Doni Arianto selaku Analis Pusjak PDK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengungkapkan, Indonesia memiliki momok masalah kesehatan dengan tren kenaikan jumlah penyakit tidak menular yang juga memberikan kontribusi kematian yang besar di Indonesia.

“Pada tahun 1996-2014 dari P2PTM dan data SUSENAS, terdapat peningkatan yang signifikan dalam konsumsi minuman berpemanis di Indonesia. Kenaikan konsumsi ini meningkatkan kasus kenaikan penyakit tidak menular yang berimbas pada kenaikan biaya pelayanan kesehatan. Kami mendukung kebijakan fiskal seperti cukai minuman berpemanis yang dapat mengurangi konsumsi dan mencegah diabetes, yang juga dapat melindungi anak muda,” ucap Doni.

Sementara itu, Oktomuel M.A yang mewakili Direktorat Jenderal Bea Cukai mengatakan bahwa hasil riset tersebut sangat baik karena merupakan bentuk dukungan dari masyarakat dalam pengenaan tarif pada objek cukai dan penelitian ini dapat memperkaya kajian dari Dirjen Bea Cukai terhadap Minuman Berpemanis dalam Kemasan.

Sebagai catatan, konsumsi MBDK berlebih memiliki kaitan yang erat dengan peningkatan resiko obesitas serta PTM. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan persentase penduduk Indonesia yang mengalami obesitas meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir, dari 10,5% pada 2007 menjadi 21,8% pada 2018. Sementara itu, tren peningkatan juga terjadi pada prevalensi PTM di Indonesia seperti diabetes, hipertensi, stroke, dan gagal ginjal kronis. Saat ini, PTM tercatat sebagai tujuh dari sepuluh penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

 

Editor: Steven Widjaja

Recommended For You

About the Author: Ari Nugroho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *